Rubernews.com | DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengaku geram atas banyaknya kader Moncong Putih yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi di berbagai daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terbaru, adalah OTT yang melibatkan dua kepala daerah di Jawa Timur, yakni Wali Kota Blitar Samanhudi dan Bupati Tulungagung Sahri Mulyo yang merupakan kader PDIP.
“PDI Perjuangan sungguh merasa geram dan marah atas berbagai tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan kemanusiaan,” ungkap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Minggu (10/6/2018).
Hasto mengaku partainya sudah memberikan sanksi tertinggi kepada kader yang terlibat korupsi yaitu pemecatan seketika, tidak mendapat bantuan hukum dan mengakhiri karier politiknya.
“Tetapi kenapa masih terjadi? Begitu banyak kepala daerah yang sudah ditangkap, lalu apakah memang sudah begitu rusak karakter dan mentalitas kita, atau karena sistem pemilihan langsung yang mendorong sikap koruptif, atau pencegahan korupsi yang mandul? Dan pada kenyataannya apakah kita lebih asyik menikmati drama OTT tersebut?” urainya.
Hasto menegaskan, partainya mendukung sepenuhnya pemberantasan korupsi. Salah satu bentuk nyata dukungan itu adalah langsung memberikan sanksi maksimum bagi para koruptor.
“Saat ini saya sedang berada di Kota Blitar dan Tulungagung. Banyak yang bertanya, apakah OTT ini murni upaya pemberantasan hukum, atau sebaliknya, ada kepentingan politik yang memengaruhinya? Hal ini mengingat bahwa yang menjadi sasaran adalah mereka yang memiliki elektabilitas tertinggi dan merupakan pemimpin yang sangat mengakar. Samanhudi misalnya, terpilih kedua kalinya dengan suara lebih dari 92%,” tuturnya.
Namun, dia menilai ada kesan kepentingan politik pada kasus “OTT” terhadap Wali Kota Blitar Samanhudi dan Sahri Mulyo yang menjadi calon bupati terkuat di Tulungagung.
“Mereka berdua tidak terkena OTT secara langsung. Namun mengapa beberapa media online tertentu di Jakarta dalam waktu yang sangat singkat memberitakan OTT kedua orang tersebut, seakan menggambarkan bahwa keduanya sudah menjadi target dan memang harus ditangkap baik melalui OTT langsung maupun tidak langsung,” ungkapnya.
“Dan faktanya, yang ditangkap di Kota Blitar adalah seorang penjahit, dan bukan pejabat negara. Lalu di Kabupaten Tulungagung seorang kepala dinas dan perantara, bukan Sahri Mulyo. Kesemuanya lalu dikembangkan bahwa hal tersebut sebagai OTT terhadap Samanhudi dan Sahri Mulyo. Ada apa dibalik ini?” pungkasnya. (snd)
Source
No comments:
Post a Comment