MAKALAH
STUDI KASUS PARTAI DEMOKRAT
KAMPANYE DAN PROPAGANDA POLITIK
Oleh :
Meivi Isnihijah 12140110205
Anggie Cyndia Tedjamulja 12140110213
Eunike Iona Saptanti 12140110215
Nesya 12140110217
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Politik dalam suatu negara berkaitan dengan masalah kekuasaan pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi atau distribusi.[1] Kekuasaan merupakan salah satu konsep politik yang banyak dibahas, sebab konsep ini sangat krusial dalam ilmu politik khususnya. Politik bahkan dianggap identik dengan kekuasaan. Kekuasaan itu sendiri berarti suatu hubungan dimana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah tujuan dari pihak pertama.[2]
Di beberapa negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai lambang kehidupan demokrasi sekaligus nilai ukur dari demokrasi itu sendiri. Tetapi, pemilihan umum bukan merupakan satu-satunya nilai ukur karena perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain seperti kampanye, propaganda, lobi dan negosiasi. Salah satu kegiatan yang paling menonjol dilakukan oleh partai politik untuk memenangkan partainya dalam pemilihan umum tidak terlepas dari strategi kampanye dan propaganda. Makalah ini akan membahas strategi kampanye dan propaganda salah satu partai besar di Indonesia yakni Partai Demokrat. Partai yang berlambangnya Mercy ini menjadi satu-satunya partai politik era reformasi yang mampu menjadi partai politik besar dan memenangkan kembali pemilu tahun 2009 yang merupakan pemilu ketiga pasca Orde Baru dari pemilu 1999 dan 2004 yang dinilai sukses oleh berbagai pihak karena mampu mengantarkan Indonesia pada transisi dan konsolidasi demokrasi.
Pesan merupakan salah satu aspek terpenting dalam setiap kampanye politik. Dalam kampanye, pesan harus disusun secara cermat sebelum disebarkan dan dikonsumsi oleh media dan publik. Dalam pemilu, kampanye berguna sebagai media untuk menyampaikan visi dan misi kandidat agar masyarakat bisa lebih mengenal lagi siapa calon yang dipilihnya. Kampanye menjadi sebuah tindakan dengan tujuan untuk mencapai hasil dalam bentuk dukungan dari suatu pemungutan suara. Strategi kampanye Partai Demokrat tidak terlepas dari peranan Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Umum Partai Demokrat yang mencitrakan politik santun yang berlandaskan nasionalisme dan religius sesuai dengan visi Partai Demokrat. Untuk memenangkan Partai Demokrat dalam dua kali periode yaitu 2004 dan 2009, DPP Partai Demokrat membentuk Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) yang bertugas untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan citra partai untuk memenangkan pemilu. Kemenangan mutlak pemilu 2009 tidak terlepas dari strategi kampanye yang sangat tertata rapi, partai politik yang menjadi pemenang pada sistem multi partai.
Kampanye merupakan tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu (Roger dan Storey). Strategi dari Bappilu Partai Demokrat tidak terlepas dari pemilihan caleg dan memajukan caleg yang berpengalaman seperti mantan Sekda dan pensiunan PNS. Pengaruh peran tokoh lokal / caleg daerah juga berpengaruh atas kemenangan Partai Demokrat.
Strategi kampanye pemilu merupakan persoalan yang sangat penting karena strategi kampanye menjadi bagian terpenting dari rangkaian kegiatan pemilihan. Partai Demokrat sendiri tidak terlepas dari penyusunan program kerja yang mencitrakan partai yang baik karena elemen program kerja partai dibuat untuk memengaruhi masyarakat agar memilih partainya. Program pemerintah yang dijual oleh Partai Demokrat menjadi rancangan dari partai itu sendiri. Program pemerintah seperti BLT, Jamkemnas, yang pro rakyat menunjukkan keberhasilan Partai Demokrat dalam menjalankan amanah rakyat. Artinya, keberhasilan program pemerintahan SBY dimanfaatkan oleh Partai Demokrat untuk membentuk citra Partai Demokrat seolah-olah menjadi program dari Partai Demokrat karena SBY merupakan Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat.
Selain kampanye, partai pun tak luput dari strategi propaganda untuk memenangkan partainya. Propaganda merupakan suatu aktivitas komunikasi yang berupaya memanipulasi psikologis khalayak dengan cara melakukan pendekatan persuasi politik seperti periklanan dan retorika. Propaganda dianggap negatif dalam kampanye politik karena dengan sengaja mengajak dan membimbing untuk memengaruhi, membujuk atau merayu banyak orang guna menerima suatu pandangan, ideologi, atau nilai (Herbert Blumer: 1969). Bahkan, propaganda diikuti dengan janji yang muluk-muluk untuk mempersuasif rakyat agar memilih partainya.
Berdasarkan uraian ini, tim penulis pun menyusun makalah ini agar dapat menelusuri lebih jauh mengenai kiprah, kinerja, dan strategi Partai Demokrat dalam pemilihan umum 2014 mendatang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis akan mengajukan rumusan masalah sebagai berikut yaitu:
- Bagaimana kiprah politik Partai Demokrat dari pemilihan umum 2004 hingga sekarang?
- Menjelang pemilihan presiden 2014, apakah Partai Demokrat sudah mulai menunjukkan program-program kerja Partai Demokrat melalui kampanye dan propaganda?
- Bagaimana strategi kampanye dan propaganda yang dilaksanakan Partai Demokrat agar dapat memenangkan kembali kursi di DPR periode 2014-2019?
- Di era demokrasi yang menekankan pemilihan anggota legislatif secara bebas, apa yang harus dilakukan Partai Demokrat agar program-program kerjanya bisa diterima rakyat dan bisa menaikkan elektabilitas Partai Demokrat?
- Apakah upaya Partai Demokrat dalam menentukkan Calon Presiden melalui konvensi sudah tepat?
- Mengapa Partai Demokrat memilih Calon Presiden melalui konvensi bukan dari keturunan Yudhoyono?
1.3 Teori dan Konsep
Komunikasi (communication) dari bahasa Latin “communis” yang berarti “sama” (Wiliam I. Gordon, 1978:28) atau “communicare” (Judy Pearson, 1979;3) yang berati “membuat sama” (to make common).
Secara terminologi, komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain (Hovland, Janis & Kelley, 1953). Harold Laswell mendefinisikan komunikasi sebagai “who says what in which chanel to whom with what effect?” (1960).
Sedangkan politik diambil dari kata Latin “politicus” dan bahasa Yunani (Greek) “politicos” yang berarti “relating to citizen”. Kedua kata tersebut berasal dari kata “polis” yang berarti city (kota).
Secara terminologi, politik merupakan aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk memengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat (Deliar Noer, 1983: 6). Atau proses penyampaian pesan yang bercirikan politik dari komunikator politik kepada khalayak politik melalui media tertentu yang bertujuan memengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu kepentigan tertentu di masyarakat.
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpatisipasi dalam proses pengelolaan negara. Partai politik merupakan organisasi yang baru dalam kehidupan manusia karena ia baru hadir di negara modern. Definisi partai politik itu sendiri adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan, melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan calon-calon untuk menduduki jabatan-jabatan publik.[3]
Pada umumnya partai politik diharapkan dapat melaksanakan tugasnya. Ia diharapkan menjadi alat penting untuk mengorganisir kekuasaan politik, memengaruhi keputusan pemerintah, serta turut melaksanakannya. Tak hanya itu, ia menjadi sarana penghubung antara masyarakat umum dengan proses politik, merumuskan aspirasi dan tuntutan rakyat serta memasukannya ke dalam proses membuat keputusan.
Partai politik di negara berkembang sekalipun memiliki banyak kelemahan, masih tetap dianggap sebagai sarana penting dalam kehidupan politiknya.
Terdapat tiga kategori sistem kepartaian, antara lain:
- Sistem Partai-Tunggal
- Partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lain. Negara yang menganutnya ialah Afrika, China, Kuba. Suasana kepartaian dinamakan non-kompetitif karena semua partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominan, dan tidak dibenarkan bersaing dengannya,
- Sistem Dwi-Partai
- Ada dua partai diantara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran, dan dengan demikian mempunyai kedudukan dominan. Negara yang menganutnya ialah Inggris. Sistem ini diperkuat dengan digunakannya sistem pemilihan distrik yaitu setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja.[4]
- Sistem Multi-Partai
- Sistem ini apalagi dihubungkan dengan sistem pemerintahan parlementer mempunyai kecenderungan untuk menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, sehingga peran badan eksekutif sering lemah. Hal ini sering disebabkan karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Negara yang menganutnya ialah Indonesia, Malaysia, Nederland, Australia, Prancis, Swedia, dan Federasi Rusia.
Komunikasi politik seolah tak terpisahkan dari dinamika politik yang terjadi sejak era dahulu hingga sekarang. Aktivitas seperti kampanye, propaganda, retorika politik, lobi dan negosiasi, pembentukan opini publik, publisitas politik, serta sejumlah kegiatan lainnya begitu penting dalam upaya memengaruhi lingkungan politik.
Istilah strategi kampanye berasal dari bahasa Yunani strategos atau strategus yang berarti jendral, tetapi dalam Yunani Kuno sering berarti perwira negara dalam fungsi yang luas. Menurut KBBI, strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi ialah pola, tujuan, maksud, sasaran, dan kebijakan umum untuk mencapai tujuan-tujuan (Learned, Christensen, Andrews, dan Guth). Sebuah strategi biasanya mengacu pada rencana yang menyeluruh dan mencakup serangkaian tindakan perlu menerapkan strategi tertentu. Pengembangan suatu strategi membutuhkan pengetahuan yang menyeluruh, kritis, dan obyektif mengenai kekuatan penghalang perubahan (status quo) dan sekaligus peta seluruh kekuatan yang ada termasuk analisis data dengan kejujuran kekuatan internal yang dimiliki.
Kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan (Pfau dan Parrot: 1993). Kegiatan tersebut dilakukan oleh para kontestan pemilihan umum atau partai politik yang ambil bagian dalam pemilihan umum untuk menarik simpati masyarakat sebanyak mungkin.
Kampanye politik dalam rangka pemilihan umum merupakan kesempatan bagi para kontestan guna menanamkan pengaruh dan simpati dikalangan msayarakat dengan menjelaskan program-program partai. Partai politik pada waktu kampanye berusaha untuk menarik sebanyak mungkin simpati dari pemilih.
Tujuan dari kampanye adalah:
- Untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan kognitif. Diharapkan munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak terhadap isu tertentu.
- Tahap berikutnya diarahkan pada perubahan sikap. Sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.
- Terakhir adalah untuk mengubah perilaku khalayak secara konkret dan terukur. Tahap ini menginginkan adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye.
Kampanye politik erat kaitannya dengan propaganda. Aktivitas yang dinilai negatif karena berupaya memanipulasi psikologis khalayak. Propaganda berasal dari kata propagare yang artinya menyemaikan tunas atau tanaman, yang pada awalnya digunakan oleh penganut agama Katolik. Kemudian diambil alih oleh para politikus dan aktivis politik sebagai salah satu bentuk komunikasi politik untuk menggalang massa dan memengaruhi, merayu dan mebentuk opini publik. Kemudian muncullah istilah Propaganda Politik yang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemertintah, partai politik, dan kelompok kepentingan untuk membentuk dan membina opini publik dalam mencapai tujuan politik (strategi atau taktis) dengan pesan-pesan yang khas yang lebih berjangka pendek.
Propaganda mengelaborasi pesan politik guna mendapatkan pengaruh secara persuasif. Tak dapat dimungkiri bahwa hampir seluruh pendekatan persuasi kepada khalayak di era informasi ini menempatkan media massa sebagai instrumen saluran yang mesti digunakan. Media massa memengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dengan menggunakan agenda setting, media massa membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.
Propaganda dalam arti yang paling luas adalah teknik memengaruhi tindakan manusia dengan memanipulasi representasi (Harold D. Laswell: 1930). Representasi bisa berbentuk tulisan, lisan, gambar, atau musik sehingga periklanan dan publisitas ada didalam wilayah propaganda (Arifin, 2010 :227).
Ada beberapa perbedaan mendasar antara kampanye dan propaganda.
Aspek Pembeda | Kampanye | Propaganda |
Sumber | Selalu jelas | Cenderung samar-samar |
Waktu | Terikat dan dibatasi waktunya | Tak terikat waktu |
Sifat gagasan | Terbuka dan diperdebatkan khalayak | Tertutup dan dianggap mutlak benar |
Tujuan | Tegas, spesifik, variatif | Umum, ditujukan untuk mengubah sistem kepercayaan |
Modus penerimaan oesan | Kesukarelaan | Tidak menekankan kesukarelaan dan melibatkan paksaan |
Modus tindakan | Diatur kode etika | Tanpa aturan etis |
Sifat kepentingan | Mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak | Kepentingan sepihak |
Sumber: Venus, (2004:6)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum
Dua periode hampir dilewati oleh Partai Demokrat dalam menguasai ranah politik dan kepartaian di Indonesia. Perjalanan Partai Demokrat selama dua periode dinilai sukses oleh berbagai pihak. Benar demikian? Nyatanya, di periode yang ke-2 ini, Partai Demokrat justru menuai kontroversi lantaran masalah korupsi yang dibuat oleh kadernya sendiri yang menjadi batu sandungan untuk partainya sendiri. Program Pemerintah yang diusung oleh Partai Demokrat seperti tidak mampu untuk membuat elektabilitas partai ini meningkat. Padahal citra yang baik dibutuhkan untuk meraih suara kembali untuk pemenangan Pemilu 2014.
Partai Demokrat sangat bertumpu pada sosok SBY sebagai pemimpinnya. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya, sosok untuk menggantikan SBY sulit ditemukan karena kader Partai Demokrat belum ada figur yang cukup kuat seperti SBY. Ignatius Haryanto[5], seorang pengamat media mengatakan bahwa Anas Urbaningrum sempat ditarik untuk memperkuat Partai Demokrat karena dahulu Anas adalah ketua HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), diharapkan dia bisa memperkuat. Namun, pada akhirnya Anas pun dikeluarkan oleh Demokrat karena kasus korupsi Hambalang. Sehingga ia menyimpulkan bahwa Partai Demokrat belum memiliki akar yang cukup kuat karena masih mengandalkan sosok SBY dalam kepemimpinannya.
Jelang Pemilu yang akan dilakukan pada 2014 nanti, ada 12 partai yang ditetapkan oleh KPU sebagai peserta pemilu 2014, salah satunya adalah Partai Demokrat. Berbagai survei yang telah dilakukan menyatakan bahwa elektabilitas Demokrat telah menurun. SBY pun tidak bisa maju sebagai capres lagi untuk pemilihan berikutnya karena sudah menjabat dua periode. Oleh sebab itu di bukalah konvensi Partai Demokrat yang mengusung 11 nama capres dari Demokrat. Tanggapan dari berbagai pihak pun bermunculan perihal konvensi yang dilakukan oleh Demokrat. Beberapa optimistis bahwa konvensi mampu menaikan elektabilitas partai. Tidak sedikit juga yang berpendapat bahwa konvensi hanya upaya Demokrat untuk pencitraan diri.
Apapun yang dilakukan oleh Partai Demokrat, pada akhirnya adalah untuk pemenangan Pemilu 2014 nanti. Baik itu untuk kampanye, maupun propaganda. Hanya saja, karena sosok SBY menjadi sentral di dalam partai, dan sudah menjabat dua periode, yang masih menjadi misteri adalah alih generasi capres di Pemilu 2014 mendatang.
2.2 Analisis
Kampanye merupakan suatu proses yang dirancang bertahap untuk mempengaruhi khalayak sasaran yang telah di tetapkan. Di dalam kampanye terdapat strategi untuk mengkomunikasikan pesan-pesan politik dan menarik simpati masyarakat sebanyak mungkin. Dalam rangka pemilihan umum, kampanye politik harus dilakukan untuk menjelaskan program partai kepada khalayak. Pertama, kampanye diciptakan untuk memberi pengetahuan kepada khalayak. Kedua, diarahkan untuk perubahan sikap dan menarik simpati terhadap isu-isu partai yang bersangkutan. Lalu yang terakhir adalah untuk mengubah perilaku khalayak kemudian berujung kepada keputusan mendukung atau tidak mendukung.
Stigma positif mengenai partai Demokrat nampaknya hanya saat periode pertama kepemimpinan SBY. Bapak Bian Harnansa[6], Redaktur Wartawan Foto Tribunnews berpendapat bahwa awalnya Demokrat adalah suatu partai yang baru dan menjanjikan dalam pemerintahan Tata Negara dan korupsi. Namun ditengah perjalanannya melibatkan oknum yang terlibat korup dari partai tersebut sehingga menimbulkan keanjlokan elektabilitas.
Menjelang Pemilu 2014 sudah tentu partai yang ikut dalam pileg akan melakukan kampanye untuk menguasai kursi DPR dan untuk mendeklarasikan calon presiden. Agar masyarakat bisa mengenal partai diperlukan sebuah kampanye yang tujuan akhirnya adalah keputusan untuk mendukung dan memilih partai tersebut.
Berbeda dengan partai lainnya, Demokrat menampilkan konvensi 11 capres dalam memilih calon yang akan menggantikan sosok SBY. Ini merupakan bentuk kampanye dari Partai Demokrat. Mulai dari pengenalan akan konvensi itu sendiri, lalu sosialisasi 11 capres kepada masyarakat, dan pembentukan opini publik terhadap Partai Demokrat lewat konvensi maupun program-program yang lain.
Peserta konvensi itu sendiri banyak yang berasal di luar internal Demokrat. Seperti Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan), Irman Gusman (Ketua Dewan Perwakilan Daerah), Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), Dahlan Iskan (Menteri BUMN), Endriartono Sutarto (Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem), Ali Masykur Musa (Anggota Badan Pemeriksa Keuangan), Sinyo Harry Sarundajang (Gubernur Sulawesi Utara), dan Dino Patti Djalal (Duta Besar RI untuk Amerika Serikat). Sedangkan dari internal partai adalah Pramono Edhie Wibowo, Hayono Isman, dan Marzukie Ali.
Menanggapi hal tersebut, Bapak Ignatius Haryanto mengatakan bahwa kampanye politik yang dilakukan oleh Demokrat menampilkan pesan bahwa upaya penjaringan capres lewat konvensi dianggap lebih demokratis. Walaupun beliau juga meragukan upaya konvensi ini karena dianggap sekedar make-up atau pencitraan semata.
Sebelas kandidat capres yang diusung Partai Demokrat merupakan orang-orang yang dianggap cakap dan mampu untuk menggantikan SBY nantinya. Namun, karena sosok SBY sudah menjadi sentral di dalam kepemimpinan Partai Demokrat, beberapa pihak justru menyudutkan Pramono Edhie yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan famili Yudhoyono, yang akan dipilih nantinya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Bian Harnansa yang tim penulis wawancarai. Mengenai konvensi 11 capres tersebut, sebenarnya Partai Demokrat sedang mempersiapkan yang terbaik. Akan tetapi karena pengaruh SBY sangat kuat, tidak menutup kemungkinan bahwa SBY mendukung iparnya sendiri, Pramono Edhie W. yang maju sebagai capres. Ia juga mengungkapkan sistem dinasti politik juga tercermin di dalam partai-partai lain, seperti PDI-P ( Megawati Soekarnoputri ). Tak hanya itu, Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut C. mengerahkan keluarganya untuk menjadi kader dan anggota legislatif, seperti Airin Rachmy D. (adik ipar Hj. Ratu Atut C.) yang menjadi walikota Tangerang Selatan.
Untuk urusan propaganda yang dilakukan oleh Partai Demokrat, belum banyak terungkap. Hasil wawancara tim penulis mengenai strategi komunikasi Demokrat jelang pemilu 2014 pun tidak diungkapkan secara terbuka oleh narasumber, Anang Setiana[7], Sekretaris DPC Partai Demokrat-Tangerang Selatan. Bapak Anang yang juga menjadi calon DPR Dapil 1-Tangsel mengungkapkan bahwa di Dewan Perwakilan Cabang pun tentu memiliki program untuk pemenangan Demokrat di Pemilu 2014. Antara cabang dan pusat akan bersinergi untuk mendapatkan suara di kursi DPR.
Bila tim penulis menapak tilas mengenai perjalanan kampanye Partai Demokrat, salah satu iklan yang ditampilkan pada saat jelang pemilu 2009, Demokrat mencitrakan dirinya sebagai partai yang bebas korupsi dan memikat hati khalayak. Perwakilan cabang pun satu suara mengatakan bahwa Partai Demokrat memiliki program yang pro rakyat, sehingga tercipta kesan di khalayak tentang Partai Demokrat itu partai yang kuat (karena sosok SBY sebagai figur utama) serta bersih dan pro-rakyat, dan mencoba menghapus citra partai yang kadernya banyak korupsi selama periode ke-2 (2009-2014).
2.3 Tanggapan Kelompok
Peran SBY di partai segitiga biru ini sangat besar dan kuat. Partai Demokrat pun mendulang suksesnya karena merupakan partai baru yang dipilih secara demokratis oleh seluruh penduduk Indonesia lewat pemilu untuk yang pertama kalinya. Sosok SBY memikat hati khalayak karena dianggap memiliki kharisma untuk memimpin bangsa Indonesia. Akan tetapi, menjelang pemilu 2014 nanti, Partai Demokrat menunjukan kinerja yang mengecewakan masyarakat. Beberapa tokoh penting dalam partai justru mengingkari ikrar janjinya dan melakukan tindak korupsi. Hal itu membuat elektabilitas partai menurun drastis. Upaya menaikan citra diri atau kampanye lewat konvensi 11 capres pun menuai tanggapan di berbagai pihak.
Konvensi capres Demokrat yang ditujukan untuk memulihkan citra partai sekaligus mendongkrak elektabilitas partai dinilai kurang efisien bahkan terancam gagal. Banyak lembaga survei yang menyatakan bahwa cara konvensi justru memperburuk nama partai karena terlihat jelas dari tidak adanya antusiasme masyarakat akan program pemilihan presiden melalui sistem konvensi ini dan yang paling dicemaskan adalah bisa saja partai ini “menganak-emaskan” adik ipar dari Ketua Umum Partai Demokrat, Pramono Edhie. Namun, tim penulis menghargai upaya konvensi ini karena lebih demokratis. Selain itu, sosok SBY yang kian menurun popularitasnya, membuat masyarakat ingin melihat “wajah baru” di dalam partai yang sedang berkuasa ini.
Hal itu diwujudkan dalam sosialiasi kandidat capres Partai Demokrat yang memiliki latar belakang yang terpercaya dan diluar internal partai. Akan tetapi, salah satu dari peserta konvensi tersebut adalah seorang yang berasal dari keluarga Yudhoyono, Pramono Edhie W. Hal itu membuat tim penulis menjadi ragu, apakah Partai Demokrat dan SBY sendiri benar-benar konsisten dengan hasil survei yang sesunguhnya, atau malah menunjukan sistem dinasti politik, yaitu calon pemimpin yang baru berasal dari anggota keluarga sendiri. Dengan adanya Pasal 13 ayat (5) Anggaran Dasar yang menyatakan bahwa “Otoritas penetapan capres dan cawapres berada di tangan Majelis Tinggi Partai”. Hal tersebut menjadikan pertanyaan besar, untuk apakah konvensi jika penentuan akhir pemenangnya ada di tangan SBY selaku Majelis Tinggi Partai? Dan apakah SBY benar-benar akan konsisten jika capres hasil konvensi berbeda dengan kehendak SBY?
Selain itu, dalam konvensi ada aturan main yang menegaskan survei sebagai penentu hasil konvensi. Peraturan ini bisa dijadikan hal yang menguntungkan pihak Pramono Edhie karena bisa disinyalir terbukanya peluang internal Partai Demokrat untuk menunjuk hingga membayar lembaga survei dengan tujuan agar Pramono dimenangkan dalam survei tersebut. Dan hal yang menakutkan adalah tidak transparannya hasil survei yang di umumkan karena bisa saja hasil survei sesungguhnya dengan yang diumumkan berbeda nama pemenangnya. Posisi Pramono Edhie dalam konvensi ini bisa di bilang aman karena adanya aturan-aturan yang dapat membuat namanya keluar dalam pemenang konvensi Demokrat dan di usung sebagai Calon Presiden Partai Demokrat.
Pengertian dari konvensi dalam partai politik itu sendiri merupakan pertemuan partai politik untuk memilih para calon presiden melalui beberapa tahap. Apabila seorang calon berhasil memenangkan pemilihan, maka ia berhak menjadi utusan partai untuk diusung ke tingkat nasional. Peserta konvensi tidak hanya berasal dari internal partai tetapi juga dari eksternal partai. Melihat konvensi yang terjadi di Amerika Serikat ada yang berbeda dengan di Indonesia. Negara pimpinan Barack Obama tersebut melakukan konvensi dengan kandidat-kandidat yang memang berasal dari dalam partai itu sendiri saja. Beberapa kader yang dinilai potensial, diadu melalui test dan survei. Siapa yang paling berpotensial dari hasil penilaiannya, maka ia yang dinyatakan sebagai pemenang. Nyatanya, di Indonesia konvensi lebih banyak dari luar partai itu sendiri. Hal ini justru membuat gambaran nyata bahwa partai politik di Indonesia tidak memiliki kader yang potensial dari dalam partainya sehingga harus mencari kader dari luar partai. Artinya siapapun orang yang berpotensial dapat mengikuti konvensi ini.
Tetapi perlu diketahui dan di ingat, untuk menaikan elektabilitas Partai Demokrat sendiri diperlukan tiga syarat. Pertama, tidak ada perpecahan dalam partai. Kedua, setiap tokoh-tokoh dalam partai menjalankan fungsinya dengan baik dan bersih. Lalu yang terakhir, membatasi nafsu akan materi, kemapanan, dan tahta.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara tentang seputaran Partai Demokrat yang mengacu pada kampanye dan kampanye pemilu 2014 yang sebentar lagi akan diselenggarakan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Propaganda pada kegiatan pemilu dianggap sah dan tentunya akan dilakukan oleh semua partai politik yang tentunya mempunyai capres dan cawapres yang sedang berusaha untuk menang dalam pemilu. Tidak terlepas dari itu Partai Demokrat pun demikian, namun terlihat ada yang berbeda pada propaganda Partai Demokrat saat ini. Propaganda yang dilakukan partai ini terkesan lebih halus dan private atau terkesan diam-diam. Seperti contohnya mendatangi rumah-rumah warga, atau juga dengan mengajak anak-anak muda untuk bekerja sama ikut serta kedalam partainya. Mungkin juga ini adalah suatu taktik Partai Demokrat yang sekarang sedang di pandang sebelah mata oleh banyak kalangan masyakarat karena begitu banyaknya kasus-kasus yang terjadi dalam ruang lingkup partai pimpinan SBY ini.
Jenis propaganda lain yang dilakukan partai demokrat selain dengan mencoba menjadi begitu dekat dengan rakyat adalah dengan melakukan konvensi. Konvensi yang dilakukan oleh partai ini sendiri adalah sebuah kemajuan yang artinya bahwa Partai Demokrat memberikan kesempatan pada orang lain untuk berkompetisi namun pertanyaannya adalah, apakah konvensi ini sesungguhnya adalah wujud pencitraan semata? Hal tersebut terlihat dari tercalonkannya Pramono Edhie yang merupakan ipar dari ketua Partai Demokrat itu sendiri yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dalam jajaran sebelas calon peserta konvensi pemilihan capres partai demokrat.
Memang masih abu-abu apakah Pramono Edhie lah yang akan di menangkan menjadi Capres Demokrat 2014 namun, tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi. Apalagi sudah terpampang jelas bahwa sosok dominan yang ada di Partai Demokrat hanyalah Susilo Bambang Yudhoyono itu sendiri. Hal ini memungkinkan munculnya pertimbangan-pertimbangan tertentu pada ketua Partai Demokrat dan oleh Partai Demokrat itu sendiri untuk lebih mencondongkan capres dari keluarga atau keturunannya Yudhoyono saja atau malah berbelok ke calon lain diluar keturunan dan keluarga Yudhoyono.
Sebenarnya elektabilitas Partai Demokrat sendiri akan menjadi baik apabila tidak ada lagi kader yang terlibat kasus, mampu meningkatkan kualitas kinerja pemerintahan yang kini masih di isi mayoritas oleh kader Partai Demokrat, mencari cara untuk membangun kembali rasa kepercayaan masyarakat terhadap Demokrat, dan juga konvensi yang benar-benar bertujuan untuk mencari sosok pemimpin yang dapat membangun Indonesia dari keterpurukan di beberapa aspek bukan semata untuk pencitraan partai saja.
Meskipun Pemilu 2014 semakin mendekat, tak ada salahnya jika partai ini membenahi semua kesalahan dari partainya yang sedang berkuasa dan mempertahankan program pro-rakyatnya. Bukankah pemilu akan terus berlanjut di setiap lima tahun ke depannya?
Namun, jika ternyata konvensi tersebut hanya di alamatkan untuk propaganda itu sendiri atau juga hanya untuk membangun dinasti politik, hal tersebut sepertinya justru akan semakin menjatuhkan nama Partai Demokrat di mata warga Indonesia. Sekali lagi, konvensi seharusnya tidak dijadikan ajang untuk pencitraan dan untuk membangun elektabilitas semata. Namun, ajang untuk menampilkan “wajah baru” dari sosok yang berpotensial yang lahir dari partai yang memiliki slogan “nasionalis dan religius” ini.
DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2013.
Budiharjo, Miriam. (ed), Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1998.
Heryanto Gun Gun. Dinamika Komunikasi Politik. Jakarta: PT. Lasswell Visitama.2011.
Heryanto Gun Gun dan Rumaru Shulhan. Komunikasi Politik Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2013.
http://www.pangisyarwi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=100:strategi-kampanye-partai-demokrat-pada-pemilu-legislatif-tahun-2009-studi-bappilu-dpp-partai-demokrat&catid=8&Itemid=103
Wikipedia. (2013). Partai Demokrat.http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat. 22 September 2013.
Redaksi Partai Demokrat. (2013). Pramono Edhie Berharap masyarakat memahami Pentingnya Empat Pilar Kebangsaan. http://www.demokrat.or.id/. 1 oktober 2013.
Alwan Ridha Ramdani Merdeka.com. (2012-2013). Saya Calon Presiden Alternatif.http://www.merdeka.com/khas/saya-calon-presiden-alternatif-wawancara-pramono-edhie-w-1.html. 27 september 2013.
TRIBUNnews.com. (2013). Tunjukkan konvensi capres demokrat bukan untuk naikkan elektabilitas. http://id.berita.yahoo.com/tujuan-konvensi-capres-demokrat-bukan-untuk-naikkan-elektabilitas-124021458.html. 11 september 2013
Beritasatu.com. (2012). Mengedepankan Politik Bersih cerdas dan Santun. http://www.beritasatu.com/profil-parpol/122936-mengedepankan-politik-bersih-cerdas-dan-santun.html. 01 Juli 2013
Rizky Diputra Okezone.com. (2013). Masih andalkan pencitraan, Demokrat
diprediksi karam di pemilu2014. http://news.okezone.com/read/2013/08/31/339/858660/redirect.31 Agustus 2014
Ajeng Ritzki Pitakasari Republika online. (2013). Marzuki Yakin Demokrat Menangi Pemilu 2014 Meski Popularitas Turun. http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/08/02/mqwve3-marzuki-yakin-demokrat-menangi-pemilu-2014-meski-popularitas-turun. 02 Agustus 2013.
.
[1] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta:Gramedia, 2007), hlm. 14.
[2] Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Society (New Haven: Yale University Press, 1950), hlm. 74.
[3] G. Sartori, Parties and Party Systems, hlm. 63.
[4] Duverger, Political Parties, hlm. 217.
[5] Ignatius Haryanto (06/10/2013). Direktur Eksekutif LSPP (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan), Dewan Penasehat Remotivi.
[6] Bian Harnansa (6/10/13) – Redaktur wartawan foto Tribunnews Jakarta (PERSDA).
[7] Anang Setiana (27/09/2013) – Sekertaris Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Demokrat. Caleg DPR-RI Dapil 1 – Tangerang Selatan
Source
No comments:
Post a Comment