title
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana yang telah diprekdisikan oleh nabi Muhammad saw.bahwa umatnya akan
terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya ada 1 golongan saja yang kelak akan selamat. Sedangkan
yang lainnya akan binasa. Ketika Beliau ditanya oleh para sahabat, siapakah mereka yang akan
selamat? Rasulullahsaw.menjawab, “mereka adalah orang-orang yang mengikuti ajaranku dan
ajaran para sahabatku”.
Munculnya kelompok seperti syiah, khawarij dan murji’ah pada awalnya adalah buah dari
perbedaan pendapat mengenai kepemimpinan umat islam waktu itu, namun seiring dengan
perkembangan zaman, masalah itu menjadi problem yang rumit mencakup aqidah dan hokum. Di
tanah air kita ini terdapat bermacam-macam aliran dan paham yang banyak sekali jumlahnya. Ada
yang berbau agama dan ada yang berbau pemikiran.Misalnya, ada Aliran Isa Bugis yang
menganggap umat islam sekarang masih dalam periode Makkah (jahiliyah). Ada paham ikrar
sunah yang tidak mengakui hadits nabi. Ada pula agma Salamullah buatan Lia Aminudin yang
mengaku mendapat wahyu dari malaikat Jibril.
Dalam menyikapi hal itu diperlukan sikap kritis dan objektif dalam memandang suatu
aliran atau paham tertentu, terutama yang sudah sering disoroti sebagai aliran dan paham yang
sesat. Karena bukan tidak mungkin ada sebab-sebab atau maksud tersembunyi dibalik eksistensi
suatu paham atau aliran. Entah karena motivasi duniawi yang ingin mengejar kekayaan harta
benda, faktor ambisi kekuasaan, sensasi dan terkenal, memecah belah umat atau karena kebodohan
sipemimpin itu sendiri, atau dibayar oleh orang-orang kafir untuk menghancurkan islam atau yang
lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan syi’ah dan sunni?
2. Bagaimana latar belakang munculnya syi’ah dan sunni?
3. Apa yang menjai perbeaan antara syi’ah dan sunni?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ALIRAN-ALIRAN POLITIK DALAM ISLAM
1. Syi’ah atau syi’isme
a) Pengertian Syi’ah
Syi’ah di lihat dari bahasa berarti pengikut, prndukung, partai, atau kelompok, sedangkan
secara terminologis adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan
keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad saw.atau orang yang di sebut
ahlul bait. Dokrin syi’ah adalah segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka
menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para
pengikutnya.[1]
b) Asal Usul Munculnya Syi’ah
Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para
ahli. Menurut Abu Zahrah, syiah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Utsman bin Affan
kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.[2]
Adapun menurut Watt, Syiah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan
antara Ali dan Muawiyah ibn Abi Sufyan tahun 37 H, yang di kenal dengan perang siffin. Dalam
peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbirase yang di tawarkan Muawiyah,
pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali kelak di sebut
Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij. Kalangan Syi’ah sendiri
berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khalifah) Nabi saw.
Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathab, dan Usman bin Affan karena dalam
pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak menggantikan Nabi. Bukti utama tentang
sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm, ketika kembali haji terakhir,
dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah, Nabi memilih Ali sebagai penggantinya di hadapan
massa yang penuh sesak yang menyertai beliau.[3]
Kemudian ada yang bependapat bahwa paham Syi’ah di bawa oleh seorang pendeta Yahudi
dari Yaman yang memeluk agama islam bernama Abdullah ibn Saba.ia telah menaburkan fitnah,
supaya rakyat membenci khlaifah Utsman dengan mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih
berhak menjadi khalifah. Menurutnya Rasulullah saw pernah berwasiat supaya Ali menjadi
khalifah sesudah beliau wafat. Paham ini telah tersebar di kota-kota yang akhirnya membawa
kepada pembunuh Utsman. Setelah wafat Utsman, maka di lantik lah Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah ke-4 tahun 35 H. hal ini tidak memuaskan sebagian umat Islam saat itu, sehingga
terjadilah perang saudara antar Ali dan ‘Aisyah (istri Rasulullah) pada tahun 36 H, yang dikenal
dengan perang Jamal (unta) karena ‘Aisyah yang mengepalai tentaranya dengan menunggang
unta.[4]
c) Doktrin-doktrin Syi’ah
a. Mereka berpendapat bahwa masalah kepemimpinan Negara bukan permasalahan kemaslahatan
umum yang diserahkan kepada masyarak Muslim, orang-orang yang mempunyai hak untuk
memimpin masyarakat Muslim telah di tunjuk dan di tentukan langsung oleh Allah SWT.
b. Imam Ali r.a adalah pemimpin yang di tunjuk oleh Rasulullah saw untuk menjadi khalifah
setelahnya.[5]
c. Tauhid, Tuhan adalah Esa baik asensinya maupun eksistensi-Nya, keesaan Tuhan adalah mutlak
dan qadim.
d. Keadilan, Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta ini merupakan keadilan, Ia tidak pernah
menghiasi ciptaannya dengan ketidakadilan.
e. Nubuwwah, setiap makhluk sekalipun telah di beri insting, masih membutuhkan petunjuk, baik
petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia.
f. Ma’ad, adalah hari kiamat, untuk menghadapi pengadilan Tuhan di akhirat.[6]
d) Imam-imam kaum Syi’ah
Ali ibin Abi Thalib
Hasan ibn Ali ibin Abi Thalib
Husaih ibn Ali ibin Abi Thalib
Ali Zaynal Abidin ibn Hasan ibn Ali
Muhammad al-Baqir ibn Ali Zaynal Abidin
Ja’far Sadiq ibn Muhammad al-Baqir.
Musa al-Kazim ibn Ja’far as-Sadiq
Ali Ridha ibn Musa al-Kazim
Muhammad al-Jawad ibn Ali Ridha
Ali ibn Muhammad ibn Ali Ridha
Hasan ibn Ali Muhammad
Muhammad ibn Hasan al-Askari al-Mahdi.[7]
Di dalam perjalanan sejarah kelompok Syi’ah akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte,
di antaranya:
a. Syi’ah Itsna Asyariyah atau di sebut juga “syiah dua belas/syiah imamiyah.
Di namakan syi’ah imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam
dalam arti pemimpin religio politik, yakni ali berhak menjadi khalifah bukan karena kecakapannya
atau kemuliaan akhlaknya, tetapai karena ia telah di tunjukkan dan pantas menjadi khalifah
pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Syiah itsna Asy’ariyah sepakat bahwa Ali adalah
penerima wasiat Nabi Muhammad seperti di tunjukkan nash.
b. Syi’ah sab’iyah
Asal usul penyebutan syi’ah sab’iyah, istilah syi’ah sabiiyah.Istilah syi’ah sab’iyah di
analogikan dengan syi’ah Asyariyah, istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte syi’ah
sab’iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu: Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad
Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq dan Ismail bin Ja’far. Berbeda dengan syi’ah sab’iyah, syi’ah itsna
Asyariyah membatalkan ismail bin Ja’far sebagai imam ke tujuh karena di samping memiliki
kebiasaan tak terpuji juga karena dia juga wafat (143 H/760 M) mendahului ayahnya,Ja’far
(w.765).
c. Syi’ah Zaidiyah
Asal-usul Syiah Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagi imam kelima,
putra imam keempat, Ali Zainal Abidin, kelompok ini berbeda dengan sekte syiah lain yang
mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zaina Abidin yang lain, sebagai imam kelima.
d. Syi’ah Ghulat
Istilah ghulat berasal dari kata ghala-gaghlu-ghuluw artinya bertambah atau naik. Syi’ah
ghulat adalah kelompok pendukung ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih
lanjut, Abu Zahrah menjelaskan bahwa syi’ah ekstrim (ghulat) adalah kelompok yang
menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangat pada derajat kenabian bahkan
lebih tinggi dari Nabi Muhammad.[8]
2. Ahlussunnah atau Sunnisme
a. Pengertian Ahlussunnah
Ahlussunnah adalah mereka yang mengikuti dengan konsisten semua jejeak langkah yang
berasal dari Nabi Muhammad saw dan membelanya. Ahlul sunnah wal Jama’ah itu tidak hanya
terdiri dari satu kelompok aliran, tapi ada beberapa sub-aliran, ada beberapa faksi di dalamnya.
Karenanya Dr. Jalal M. Musa mengatakan, bahwa istilah Ahlussunnah wal Jama’ah ini menjadi
rebutan banyak kelompok, masing-masing membuat klaim bahwa dialah Ahlusunnah wal
Jama’ah. Kata Ahlussunnah wal Jama’ah da;lam istilah ini oleh Abdul Mudhoffar al-Isfarayini di
berikan alas an karena mereka menggunakan Ijma’ dan Qiyas sebagai dalil syar’iyah yang
fundamental, disamping Al-Quran dan Hadis.[9]
b. Asal usul Ahlussunnah
Sebelum lahirnya istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai satu mazhab, generasi awal
(dimulai dari sahabat, tabi’I, tabi’-tab’in) di sebut dengan salaf, dan generasi yang dating kemudian
disebut dengan khalaf. Paham-paham Ahlulssunnah terlebih dahulu di anut oleh tokoh-tokoh ahli
sunnah dan sahabat,tabi’I, tabi’-tab’in sampai kepada imam mazhab, seperti Imam Hanafi, Imam
Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali. Bahkan Nabi Muhammad saw telah mengisyaratkan
dalam hadisnya yaitu:
“bahwasanya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 firqah dan akan berfirqah umatku
sebanyak 73 firqah, semuanya masuk neraka kecuali satu. Sahabat-sahabat yang mendengar
ucapan ini bertanya: “siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab :” yang satu itu
ialah orang yang berpegang (beri’tiqad) sebagaimana peganganku (I’tiqadku) dan pegangan
sahabat-sahabatku.” (HR. Tirmizi).
Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah lahir pada akhir tahun ke-3 Hijriyah, yang di ketuai
oleh dua orang ulama besar dalam ilmu ushuluddin yaitu Syekh Abu Hasan Al-Asy’ari dan Syekh
al-Maturidi.[10]
c. Doktrin-doktrin Ahlussnunnah wal Jama’ah
1) Ma’rifah Allah dengan sifat-sifatNya.
Ahlussnunnah berpendapat tentang sifat-saifat Allah adalah mengisbatkan seluruh sifat-sifatNya
dan sesungguhnya sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat hawadis walaupun sama dari segi
nama,tetapi berbeda dari segi hakikatnya.
2) Keesaan Allah (wahdaniyatullah)
Dalam istilah ilmu kalam keesaaan Allah mencakup 3 katagori,yaitu:
Wahdaniyah fiz zat
Artinya zat Allah tidak terdiri dari komponen-komponen atau tidak terdiri dari kesatuan oknum,
tidak ada trinitas dan juga tidak ada tandingan.
Wahdaniyah fish shifat
Artinya tidak ada yang menyamai sifat-sifat Allah.
Wahdaniyah fil ‘Af’al
Artinya tidak dicampuri karya atau ciptaan Allah oleh siapapun berbuat apa saja, menciptakan apa
saja, mengatur apa saja, memusnahkan apa saja atau menyelamatkan siapa saja.
3) Qudrah Allah swt. Dan Af’al (perbuatan) makhluk
Sesungguhnya seluruh perbuatan hamba adalah makhluq(ciptaan) Allah karena Allah telah
menyatakan dalam Firman-Nya: “dan Allah yang menciptakan kamu dan semua perbuatan
kamu.”
Sesungguhnya Allah menciptakan bagi makhluknya ikhtiyar, di mana seorang hamba sanggup
mengerjakan suatu perbuatan dan meninggalkannya. Ikhtiyar inilah yang menjadi sasaran taklif.
4) Melihat Allah swt. Pada hari kiamat
Sesungguhnya Allah swt. Akan dapat dilihat oleh orang-orang beriman. Tetapi tanpa kayfiyah dan
tempat. Hal ini dipahami dari ayat Al-qur’an yang mengisahkan tentang nabi Ibrahim as. Saat
beliau memohon kepada Allah agar bisa melihat Allah swt., maka Allah mengisyaratkan pada
sebuah bukit.
5) Lafal-lafal Mutasyabihat
Lafal-lafal mutasyabihat yang warid dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ahlussunnah wal jama’ah
mentakwilkannya kepada makna yang lebih sesuai dan tidak tasyabuh.
6) Al-Qur’anul Karim Kalam Allah
Ahlussunnah wal jama’ah menyatakan bahwa Al-Qur’an yang kita baca adalah Kalamullah yang
Qadim.
7) Orang mukmin yang mengerjakan dosa besar
Orang mukmin yang meninggal dunia setelah mengerjakan dosa besar dan belum sempat bertobat,
menurut mereka kedudukannya di bawah masyiah atau kehendak Allah.
8) Syafa’at rasulullah saw
Sesungguhnya Rasulullah saw. Memiliki syafa’at untuk meringankan siksaan bagi ummatnya
yang telah berbuat maksiat. Tetapi beliau tidak memberikan syafa’at melainkan kepada siapa yang
telah diridhai Allah.[11]
d. I’tiqad syi’ah yang bertentangan dengan i’tiqat ahlussunnah wal jamaah
Berikut ini ada beberapa poin yang kami lihat berbeda dengan Ahlussunnah Wal jamaah:
a. Masalah wasiat Nabi saw.mengenai kekhalifahan
Kaum syi’ah mempercayai bahwa Rasulullah SAW telah mewasiatkan imamah dan
khalifah kepada Ali dan mereka ber i’tiqad bahwa imamah tidak akan keluar dari keturunan Ali.
Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya masalah imamah bukanlah hukum kemaslahatan yang
berkaitan dengan masalah umum, tetapi ia termasuk hukum asal dan rukun agama sehingga tidak
boleh di serahkan pada umum. Dalam hal ini mereka berpegang kepda hadits yang menjelaskan
bahwa hubungan Ali dengan Rasulullah SAW yaitu: “ini saudaraku dan washiku dan khalifahku
sesudahku. Maka dengar dan patuhlah kamu sekalian kepadanya”
b. Persoalan imam
Kaum syi’ah menamakan pengganti Nabi dengan imam, sedangkan Ahlussunnah Wal
jamaah menamakannya khalifah. Fungsinya juga berlainan antara imam kaum syi’ah dengan
khalifah bagi Ahlussunnah Wal jamaah.
Khalifah bagi Ahlussunnah hany pengganti Nabi dalam hal urusan pemerintahan dan
agama. Mereka tidak ma’sum walaupun mereka mempunyai hak untuk berijtihad, sedangka imam
bagi kaum syi’ah bukan sekedar kepala negara, tetapi juga menjadi
imamagama dan rohaniah. Imam pada mereka seperti Nabi keadaannya yaitu ma’shum, tidak
pernah melakukan perbuatan dosa besar atau kecil dan mendapat wahyu dari Allah. Percaya
kepada imam merupakan rukun iman artinya siapa yang tidak percaya maka dia dihukumkan kafir
atau munafik.
Paham ini sangat bertentangan dengan Ahlussunnah Wal jamaah, karena sifat imam itu
seperti nabi, sedangkan pangkat kenabian tidak akan ada lagi sesudah wafatnya Nabi
Muhammadsaw.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Syi’ah secara terminologis adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan
keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad saw.atau orang yang di sebut
ahlul bait.
2. Dokrin syi’ah adalah segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak
petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.
3. Ahlussunnah adalah mereka yang mengikuti dengan konsisten semua jejeak langkah yang berasal
dari Nabi Muhammad saw dan membelanya.
4. Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah lahir pada akhir tahun ke-3 Hijriyah, yang di ketuai oleh dua
orang ulama besar dalam ilmu ushuluddin yaitu Syekh Abu Hasan Al-Asy’ari dan Syekh al-
Maturidi.
5. Banyak perbedaan i’tikad antara aliran syi’ah an aliran sunni.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2001, Ilmu Kalam, Pustaka Setia,Bandung.
Muhammad Abu Zahrah, 1996, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Jakarta.
Muhammad Abu Zahrah, 2005, Imam Syafi’i : Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah
Aqidah,Politik dan Fiqh, Lentera Basritama, Jakarta.
Mustafa Mu’min, 1974, Qasamat al-Alam al-Islami, Dar al-Fth,Beirut.
Muhammad Tholhah Hasan, 2005, Ahlussunnah wal-Jama’ah,Lantabora Press, Jakarta.
Teungku H.M.Daud Zamzami (Ed), 2007, Pemikiran Ulama Dayah Aceh, Prenada, Jakarta.
[1] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, ( Bandung : Pustaka Setia,2001), hlm 89.
[2] Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,terj,Abd Rahman Dahlan dan Ahmad
Qarib, ( Jakarta : Logos, 1996), hlm 34.
[3] Abdul Rozak dan …, Ilmu Kalam, hlm 90
[4] Teungku H.M.Daud Zamzami (Ed), Pemikiran Ulama Dayah Aceh, ( Jakarta : Prenada,2007),
hlm 83-84.
[5] Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i : Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Aqidah,Politik
dan Fiqh,( Jakarta : Lentera Basritama, 2005), hlm149.
[6] Abdul Rozak dan …, Ilmu Kalam, hlm 94-95.
[7] Teungku H.M.Daud Zamzami (Ed), Pemikiran …, hlm 87
[8] Abdul Rozak dan …, Ilmu Kalam, hlm 96
[9] Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah wal-Jama’ah, ( Jakarta :Lantabora Press, 2005), hlm3-4.
[10] Teungku H.M.Daud Zamzami (Ed), Pemikiran …, hlm 71-72.
[11] Teungku H.M.Daud Zamzami (Ed), Pemikiran …, hlm 77.
[12] Teungku H.M.Daud Zamzami (Ed), Pemikiran …, hlm 80
Source
No comments:
Post a Comment